Rabu, 17 April 2019

Ujian Akhir Semester Filsafat Ilmu


Nama  : Kasim Mahmud
Nim     : 451415042
Uas      : Mata Kuliah “Filsafat Ilmu”
1.      Ontology
a.      Objek material
Pariwisata telah terbukti dapat mendorong pertumbuhan perekonomian melalui peluang investasi, peluang kerja, peluang berusaha dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peluang berusaha bukan hanya dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata tetapi juga peluang dalam bidang kerajinan kecil seperti handycrafts.
Perlu juga mendapat perhatian bahwa dalam upaya pengelolaan pariwisata di samping dampak positif bagi masyarakat sekitar objek juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar. Sehubungan dengan hal tersebut dalam upaya pengembangan objek wisata perlu diperhitungkan dampak negatif yang ditimbulkan demi kelestarian objek wisata tersebut maupun kelestarian fungsi lingkungan sekitar kawasan wisata. Pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat ternyata mempunyai dampak terhadap lingkungan sekitar baik langsung maupun tidak langsung, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal yang sama juga terjadi dalam pengelolaan pariwisata, dimana disamping pengelolaan pariwisata itu sendiri menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar objek wisata, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan objek wisata itu sangat mempengaruhi kelestarian fungsi lingkungan dan objek wisata itu sendiri.
b.      Objek formal
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa dalam perkembangan masyarakat yang diusahakan secara berencana itu tentu saja bukan hasilhasilnya belaka yang diharapkan, akan tetapi justru karena direncanakan maka segala akibat dan dampaknya juga diperhitungkan, termasuk usaha mencegah sejauh mungkin dampak negatif yang ditimbulkannya. Dampak yang ditimbulkan dari pengelolaan bukan hanya positif tetapi juga tetapi dampak yang tidak kita inginkan yaitu negatif hal ini tidak bisa kita tolak karena merupakan hal yang wajar dari efek pengelolaan tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan pengelolaan tidak memberikan perhatian serius terhadap aspek sosial-budaya ini. Apalagi aspek sosial budaya memang sangat sulit diukur. Kesulitan mengukur, ini ditambah lagi dengan kesulitan menentukan hasil dari program-program dalam bidang sosial sangat sulit disosialisasi, sehingga sulit juga untuk menentukan secara pasti adanya hubungan sebab akibatdalam waktu yang singkat. Dengan dalil-dalil modernisasi, sering secara tidak sadar membawa nilainilai luar, serta memaksakan penerapan nilai-nilai tersebut di daerah yang dikelola, sifat ini sering mengikis budaya lokal.
Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, bertahap, berkelanjutan, menyeluruh dan terpadu untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan bangsa lain yang lebih maju. Pelaksanaan pembangunan nasional diantaranya meliputi ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Namun masyarakat belum sepenuhnya siap menerima perubahan yang dihasilkan oleh pembangunan sehingga berdampak kepada ekonomi dan sosial budaya masyarakat baik dampak yang bersifat positif maupun yang berdampak negatif. Pengaruh yang nampak dari pesatnya pembangunan adalah terjadinya perubahan sosial budaya yang terjadi didalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial merupakan salah satu dampak yang dirasakan. Pokok yang terjadi pada perubahan sosial dan budaya diakibatkan dari perubahan yang berkembang pesat saat ini selain dari pengaruh pengelolaan , juga karena adanya penetrasi kebudayaan dari luar yang masuk dengan mudah akibat proses pengelolaan itu sendiri. Diantaranya adalah proses dan berkembangnya pariwisata disuatu daerah yang banyak dikunjungi wisatawan.
Dalam ontology di bahas dua objek yaitu objek material dan objek formal di mana objek material membahas tentang objek atau letak pada suatu penelitian dan juga beserta materialnya apa saja yang ada di lokasi tersebut, objek material terdapat dua paragraph. Sedangkan objek formal membahas apa yang menjadi focus suatu penelitiannya  secara masyarakt maupun infrastruktur yang secara masiol maupun internasional.
2.      Epistemology
Taman Wisata Alam Kawah Putih sebenarnya adalah kawah Gunung Patuha. Namun, nama tersebut ternyata kalah populer dan wisatawan lebih mengenal dengan nama Kawah Putih Bandung karena memang tanah dan airnya berwarna putih. Konon asal mula nama Gunung Patuha ini bermula dari kata “Sepuh” yang dalam bahasa Indonesia disebut “Pak Tua”. Lambat laun, kata “Pak Tua” berubah menjadi “Patuha”.
A.     Dampak Positif Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya
Taman Wisata Alam Kawah Putih di desa Ciwidey pada awalnya bukan tempat wisata melainkan pabrik kapur yang dikelola pada jaman penjajahan Belanda dan dilanjutkan oleh penjajah Jepang, namun seiring berjalannya waktu Taman Wisata Alam Kawah Putih dikelola dan dikembangkan oleh Perum Perhutani menjadi objek wisata yang sampai saat ini, wisatawan mancanegara maupun wistawan domestic mengenal Taman Wisata Alam Kawah Putih sebagai ikon kota Bandung.
B.     Dampak Negatif Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya
Terkait dengan penelitian ini, dampak pemanfaatan Taman Wisata Alam Kawah Putih dalam konteks pariwisata global terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat setempat tidak dapat secara tepat terlihat, karena perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak terjadi seketika, tetapi melalui proses. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa dampak pemanfaatan Taman Wisata Alam Kawah Putih terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Ciwidey cenderung bersifat negatif yang mendatangkan kerugian, seperti terkontaminasinya nilai-nilai budaya setempat dengan adanya kedatangan pengaruh budaya luar daerah yang dibawa oleh wisatawan, membawa pengaruh buruk untuk masyarakat setempat khususnya generasi penerus, ini disebabkan karena disalah gunakannya tempat wisata menjadi tempat pergaulan bebas karena banyak dibangun penginapan dan vila-vila yang disediakan untuk wisatawan di tempat wisata tersebut.
C.     Dampak Positif Pariwisata Terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat Ciwidey
Dampak positif yang biasanya langsung dan segera dapat dirasakan adalah dalam segi keuntungan ekonomi, sebagaimana yang telah di gariskan dalam Undang-Undang Tentang Kepariwisataan. No.9 Tahun 1990 yaitu Salah satu tujuan penyelenggaraan kepariwisataan adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, juga memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta mendorong pembangunan daerah. Untuk itu sudah selayaknya pariwisata dapat dijadikan alternative penggerak perekonomian hingga sedemikian rupa menjadi sumber pendapatan bagi setiap daerah yang memiliki potensi untuk menyelenggarakannya, dalam upaya memperoleh atau meningkatkan pendapatan daerah.
Pariwisata yang menekankan pendekatan ekonomi cenderung memberikan peranan utama pada pemerintah atau pemilik modal, dan tujuannya juga ditentukan dan terutama untuk kepentingan mereka. Peranan masyarakat sangat rendah sehingga mereka cenderung tampak patuh dan tidak punya inisiatif karena lebih ditempatkan sebagai obyek daripada sebagai subyek. Sebagai akibatnya, adatistiadat, nilai-nilai, dan norma-norma menjadi semakin terkikis. Ritual-ritual suci menjadi semakin dangkal dan pertunjukan-pertunjukan seni semakin tidak berjiwa. Masyarakat menjadi apatis dan kesejahteraan mereka pun tidak mengalami perbaikan. Pengaruh pariwisata terhadap masyarakat (kebudayaan) setempat, harus disadarai bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang secara internal terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah.
Oleh karena itu pendekatan yang kiranya lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa pariwisata adalah ‘pengaruh luar yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat’, dimana masyarakat mengalami proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya, atau apa yang disebut sebagai proses ‘turistifikasi’ (touristification). Di samping itu perlu juga diingat bahwa konsekuensi yang dibawa oleh pariwisata bukan saja terbatas pada hubungan langsung host-guest. Pengaruh di luar interaksi langsung ini justru lebih penting, karena mampu menyebabkan restrukturisasi pada berbagai bentuk hubungan di dalam masyarakat.
Epistemology lebih menekankan pada suatu kebenarannya teori yang di dapatkan pada lapangan penelitian. Epistemologi ini memiliki teori kebenaran yang menyangkur tentang hasil temuan dari peneliti.
3.      Aksiologi
Sebelumnya daerah ini merupakan daerah wisata yang dikunjungi wisatawan hanya sebatas melihat pemandangan alam yang tersebar di beberapa lokasi diantaranya adalah wisata perkebunan teh Rancabali, Sinumbra, Situ Patenggang, Pemandian air panas untuk pengobatan di Cibuni, pemandian air panas walini, Cimanggu, penangkaran rusa di Rancaupas dan Kawah putih. Wisatawan hanya meluangkan beberapa jam lamanya untuk menikmati keindahan alam tersebut tetapi sesuai dengan perkembangan, wisatawan akhirnya lebih lama berada di Rancabali dikarenakan salah satunya sarana dan prasarana daerah ini semakin lengkap diantaranya adalah tempat penginapan, baik penginapan biasa, Villa sampai hotel yang berbintang.
Semakin berkembangnya jumlah tempat penginapan maka semakin banyak pula lahan yang digunakan, pada mulanya lahan tersebut adalah lahan pertanian. Mengingat lahan tersebut dialih fungsikan maka penduduk di daerah itu beralih profesi diantaranya menjadi pedagang, tukang parkir, keamanan di penginapan dan bahkan ada yang pindah ke lereng bukit yang berbatasan dengan hutan lindung Gunung Patuha. Selanjutnya yang dirasakan pengaruh dari wisatawan adalah beralihnya penanaman palawija yang selama bertahun tahun di daerah Rancabali ini terkenal dengan penyumbang hasil palawija di daerah Bandung sekarang banyak beralih menanam Stroberi yang hampir setiap orang di daerah ini menanamnya. Pengaruh yang terjadi didaerah tersebut adanya perubahan perubahan social budaya yang meliputi berbagai unsure kebudayaan yang bersifat universal sebagaimana yang menjadi kajian penelitian ini adalah studi etnografi yaitu Sistem bahasa, Sistem mata Pencaharian, Sistem Teknologi, Organisasi Sosial, Pengetahuan, Kesenian, dan system Religi
Aksiologi adalah ilmu untuk mengungkapkan nilai kegunaan dari suatu penetian, dalam penelitian ini memiliki beberapa nilai kegunaan seperti wisatawan dapat menikmati fasilitas yang di sediakan pada paragraf 1 ( satu ) bagian akhir, sudah perubahan perubahan yang yang lebih baik pada bagian paragraf kedua bagian terkahir.

Selasa, 09 April 2019

Teori Kebenaran, Ringkasan (Pertemuan III)


Pengertian Kebenaran
Benar adalah sesuatu yang apa adanya atau sesuai kenyataan yang ada, sebuah fakta tentang realita berdasarkan data-data yang ada. Sedangkan “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang kongkret maupun abstrak.
Menurut Randall & Bucher kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Kemudian menurut Jujun S. Suriasumantri kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu. Contoh, ketika kita mengakui kebenaran sebuah proposisi bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari, dasar kita, tidak lain adalah sesuai tidaknya proposisi tersebut dengan kenyataannya. Setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang berbeda-beda satu dengan lainnya tentang kebenaran, karena kebenaran tidak bisa dilepaskan dari makna yang dikandung dalam suatu pernyataan. Berarti kebenaran berkaitan erat dengan kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan, dan nilai kebenaran itu sendiri, dan dalam proses penilaian kebenaran tak jarang penilaian tersebut juga tergantung dari latar belakang pandangan atau ideologi setiap orang yang karena sebab inilah kebenaran jadi terasa relatif dan jauh dari kepastian atau kebenaran mutlak, yang tak dipungkiri hal ini sering menggiring kita pada keraguan atau kebingungan.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai atau mencari kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja, masalah kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi, kajian epistemologi untuk menilai suatu “kebenaran” membawa orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis, kebenaran semantis. Bakhtiar (2010, h. 111) menjelaskan bahwa kebenaran epistemologis adalah yang berhubungan dengan pengetahuan manusia dan kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan kemudian kebenaran dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Namun, kali ini yang dibahas oleh penulis dalam paper ini adalah kebenaran epistemologis karena kebenaran yang lainnya secara tidak langsung berhubungan erat dengan kategori kebenaran epistemologis.

Macam-Macam Teori Kebenaran
1 Teori Kebenaran Korespondensi (Saling Bersesuaian)
Kebenaran menurut teori korespondensi bahwa suatu proposisi atau pengertian adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta yang berselaras dengan realitas yang serasi dengan situasi aktual (Bakhtiar, 2010, h. 112).
Dengan demikian menurut teori korespondensi ini, Bakhtiar (2010, h. 113) menjelaskan bahwa kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif yaitu suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi kebenaran ialah persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan fakta aktual atau antara putusan dengan situasi seputar yang diberi interpretasi.
Mengenai teori konsistensi ini, Bakhtiar (2010, h. 117) menjelaskan bahwa dapat kita ambil kesimpulan yang pertama, kebenaran menurut teori ini ialah kesesuaian anatra suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan akui sebagai benar. Kedua, teori ini agaknya dapat dinamakan teori penyaksian (justifikasi) tentang kebenaran, karena menurut teori ini satu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian penyaksian (justifikasi, pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, dan diakui benarnya.
Dengan demikian menurut teori koherensi adalah suatu teori itu dianggap benar apabila tahan uji (testable) artinya suatu teori yang sudah dicetuskan oleh seseorang kemudian teori tersebut diuji oleh orang lain tentunya dengan mengkomparasikan dengan data-data baru, oleh karena itu apabila teori itu bertentangan dengan data-data yang baru secara otomatis teori pertama gugur atau batal “refutability” sebaliknya, kalau data itu cocok dengan teori lama, teori itu semakin kuat “corroboration” (Karl Popper dalam Bakhtiar, 2010 h. 118).
2 Teori Kebenaran Pragmatis
Pragma artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William james di Amerika Serikat, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat (Bakhtiar, 2010, h. 118-119). Istilah pragmatisme ini sendiri diangkat pada tahun 1856 oleh Charles Pierce (1839- 1914), Bakhtiar (2010, h. 119) mengatakan bahwa doktrin pragmatisme ini diangkat dalam sebuah makalah yang dimunculkan pada tahun 1878 dengan tema “How To Make Our Ideas Clear” yang kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat Amerika. Diantara tokohnya yang lain adalah John Dewey (1859- 1952).
Menurut teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional atau bermanfaat dalam kehidupan manusia. Bakhtiar (2010, h. 119) Menjelaskan bahwa teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila hal tersebut membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila hal tersebut berlaku dalam praktik, apabila hal tersebut mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaanya oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya jadi kebenaran ialah apasaja yang berlaku (works)
Dapat dipahami bahwa kebenaran dalam pandangan pragmatisme adalah sebatas kegunaan praktis dalam kehidupan. Apabila suatu proposisi memiliki kegunaan praktis maka akan dipandang sebagai suatu kebenaran. Sebaliknya, apabila proposisi tidak memiliki kegunaan praktis maka tidak dipandang sebagai suatu kebenaran, walaupun ada kemungkinan sesuatu yang tidak bersifat fungsional tersebut adalah kebenaran yang sesungguhnya.
Dari teori ini dapat diberikan sebuah contoh pandangan para penganut teori pragmatis tentang Tuhan. Bagi pragmatisme suatu agama itu bukan benar karena Tuhan yang disembah oleh penganut agama itu memang ada, tetapi agama itu dianggap benar karena pengaruhnya yang positif atas kehidupan manusia. Berkat kepercayaan orang akan Tuhan dan mengikutinya seseorang kepada ajaran agama maka kehidupan masyarakat berlaku secara tertib,, sejahtera dan jiwanya semakin tenang.
Kebenaran dalam pandangan pragmatisme seiring berjalannya waktu akan membawa kebenaran pada masa kadaluarsa (expired). Artinya ada masanya kebenaran yang sudah dianggap suatu kebenaran akan dibuang, karena tidak lagi bersifat fungsional atau bermanfaat.
3 Agama Sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama (Bakhtiar, 2010, h 121). Agama dengan karekteristiknya sendiri memberikan jawaban atau pencerahan atas segala persoalan mendasar yang dipertanyakan manusia baik tentang alam manusia maupun tentang Tuhan yang disembahnya. Kalau teori-teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio dan reason manusia, dalam agama untuk menilai sebuah kebenaran yang dikedepankan adalah wahyu yang ada di kitab sucinya dan yang diyakini bersumber dari Tuhan, Dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak (Bakhtiar, 2010, h. 22).
REFERENSIE
Bakhtiar, Amsal. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta:Rajawali Pers.
Wiramihardja, Sutardjo. (2007) Pengantar Filsafat. Bandung:Refika Aditama.
Suriasumantri, Jujun S. (2010). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. (2000). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: IISIP Jakarta.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. (2010). Filsafat Ilmu:Sebagai
Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty.

Senin, 01 April 2019

Pertemuan II. Logika deduktif dan induktuif

1. LOGIKA
logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Logika itu adalah cara berpikir manusia yang disusun berdasarkan pola tertentu. Dalam logika berfikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Karena berfikir lurus dan tepat, merupakan objek formal logika.
Setelah Aristoteles meninggal, naskah-naskah ajarannya mengenai penalasaran, olah para pengikutnya telah dihimpun menjadi satu. Himpunan tersebut mengenai ajaran Aristoteles mengenai penalaran termuat dalam eman naskah, yaitu sebagai berikut:
1.      Ini membahas mengenai cara menguraikan sesuatu objek dalam jenis pengertian umum.
2.      On Interpretation (tentang penafsiran). Membahas mengenai komposisi dan hubungan dari keterangan sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini Aristoteles membahas suatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur sangkar pertentangan.
3.      Prior Analyties (analika yang lebih dahulu). Memuat mengenai teori silogisme dalam ragam dan pola-polanya.
4.      Posterior Analyties (analika yang lebih dahulu). Membicarakan tentang pelaksanaan dan penerapan, penalaran silogistik dalam pembuktian ilmiah sebagai materi dari silogisme.
5.      Topics (mengupas dialektika). Dibahas mengenai persoalan tentang perbincangan berdasarkan permis-permis yang boleh jadi benar
6.      Sohistical Refutations (cara perbincangan kaum sofis). Membahas mengenai sifat dasar dan penggolongan sesat piker.
2. DEDUKSI
a.       Pengertian Deduksi
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, selain itu metode deduksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat umum.
Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuk saja.
b.      Logika deduktif
Ciri-ciri dari logika deduktif adalah:
1. Analitis : Kesimpulan daya tarik hanya dengan menganalisa proposisi-proposisi atau premis-premis yang sudah ada
2. Tautologies : Kesimpulan yang ditarik sesungguhnya secara tersirat sudah terkandung dalam premis-premisnya
3.  Apirori : Kesimpulan ditarik tanpa pengamatan indrawi atau operasi kampus.
Argument deduktif selalu dapat nilai sahih atau tidaknya. Penyimpulan deduktif, yaitu pengambilan kesimpulan dari prinsip atau dalil atau kaidah atau hukum menuju contoh-contoh (kesimpulan dari umum ke khusus). Contoh: (a) – Setiap agama mengakui adanya Tuhan; – Budiman pemeluk agama Islam; – Jadi, Budiman mengakui (beriman) kepada Tuhan Yang Esa; (b) Universitas Gadjah Mada mempunyai beberapa fakultas dan program studi; – Ani mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; – Jadi, Ani mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Logika deduktif bisa berbahaya apabila salah dalam mengambil/menyusun kesimpulan. Sebagai contoh:
        Pasir adalah material dasar sungai (premis major)
        Lempung adalah material dasar sungai (premis minor)
        Lempung adalah pasir (kesimpulan)
        Semua karyawan di PT. Anaconda mempunyai IQ tinggi (premis major)
        Komar bukan karyawan di PT. Anaconda (premis minor)
        Komar tidak ber-IQ tinggi (kesimpulan)
Kesalahan ini sering terjadi karena menganggap kata “adalah” selalu berarti “sama dengan”. Perlu diingat bahwa kata “adalah” tidak selalu berarti “sama dengan”.
3. INDUKSI
a.       Pengertian induksi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik kesimpulan umum dari berbagai kasus yang bersifat individual, selain itu metode induksi ialah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengn jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atau bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus.
Dalam deduksi kesimpulannya hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan-pertanyaan yang telah diajukan. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan –kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang mempunyai mata.
b.      Logika induktif
Logika induktif adalah ‘sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi Pemakaian logika induktif ini berbahaya karena bisa terjadi terlalu cepat mengambil kesimpulan yang berlaku umum, sementara jumlah kasus yang digunakan dalam premis kurang memadai. Selain itu pula, kemungkinan premis yang digunakan kurang memenuhi kaedah-kaedah ilmiah. Ciri-ciri logika induktif antara lain:
*      Sintesis : Kesimpulan ditarik dengan mensintesakan kasus-kasus yang digunakan dalam premis-premis.
*      General : Kesimpulan yang ditarik selalu meliputi jumlah kasus yang lebih banyak
*      Aposteriori : Kasus-kasus yang dijadikan landasan argumen merupakan hasil pengamatan inderawi
Kesimpulan tidak mungkin mengandung nilai kepastian mutlak (ada aspek probabilitas) Secara umum, logika induktif sulit untuk dibuktikan kebenaran/ke-reliable­-annya dilihat dari ciri-cirinya. Sebagai contoh:
Strong Inductive/Induktif kuat
        Besi (logam) apabila dipanaskan memuai
        Perunggu (logam) apabila dipanaskan memuai
        Perak (logam) apabila dipanaskan akan memuai
        Jadi, logam (besi, perunggu, perak) apabila dipanaskan akan memuai.
Buktinya sangat kuat. Hampir semua logam bila dipanaskan akan memuai. Weak Inductive/Induktif lemah
        Apel di Toko A rasanya manis
        Apel di Toko B rasanya manis
        Apel di Toko C rasanya manis
        Jadi, semua apel rasanya manis.
Buktinya lemah. Tidak semua apel rasanya manis, karena ada juga apel yang rasanya masam.
Dari contoh di atas antara Strong Inductive dan Weak Inductive, bisa diambil kesimpulan bahwa logika induktif bisa menjadi reliable ketika kebanyakan orang sudah pernah mengalaminya sendiri atau menurut pendapat kebanyakan orang secara global.
Referensi