Selasa, 09 April 2019

Teori Kebenaran, Ringkasan (Pertemuan III)


Pengertian Kebenaran
Benar adalah sesuatu yang apa adanya atau sesuai kenyataan yang ada, sebuah fakta tentang realita berdasarkan data-data yang ada. Sedangkan “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang kongkret maupun abstrak.
Menurut Randall & Bucher kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Kemudian menurut Jujun S. Suriasumantri kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu. Contoh, ketika kita mengakui kebenaran sebuah proposisi bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari, dasar kita, tidak lain adalah sesuai tidaknya proposisi tersebut dengan kenyataannya. Setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang berbeda-beda satu dengan lainnya tentang kebenaran, karena kebenaran tidak bisa dilepaskan dari makna yang dikandung dalam suatu pernyataan. Berarti kebenaran berkaitan erat dengan kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan, dan nilai kebenaran itu sendiri, dan dalam proses penilaian kebenaran tak jarang penilaian tersebut juga tergantung dari latar belakang pandangan atau ideologi setiap orang yang karena sebab inilah kebenaran jadi terasa relatif dan jauh dari kepastian atau kebenaran mutlak, yang tak dipungkiri hal ini sering menggiring kita pada keraguan atau kebingungan.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai atau mencari kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja, masalah kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi, kajian epistemologi untuk menilai suatu “kebenaran” membawa orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis, kebenaran semantis. Bakhtiar (2010, h. 111) menjelaskan bahwa kebenaran epistemologis adalah yang berhubungan dengan pengetahuan manusia dan kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan kemudian kebenaran dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Namun, kali ini yang dibahas oleh penulis dalam paper ini adalah kebenaran epistemologis karena kebenaran yang lainnya secara tidak langsung berhubungan erat dengan kategori kebenaran epistemologis.

Macam-Macam Teori Kebenaran
1 Teori Kebenaran Korespondensi (Saling Bersesuaian)
Kebenaran menurut teori korespondensi bahwa suatu proposisi atau pengertian adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta yang berselaras dengan realitas yang serasi dengan situasi aktual (Bakhtiar, 2010, h. 112).
Dengan demikian menurut teori korespondensi ini, Bakhtiar (2010, h. 113) menjelaskan bahwa kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif yaitu suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi kebenaran ialah persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan fakta aktual atau antara putusan dengan situasi seputar yang diberi interpretasi.
Mengenai teori konsistensi ini, Bakhtiar (2010, h. 117) menjelaskan bahwa dapat kita ambil kesimpulan yang pertama, kebenaran menurut teori ini ialah kesesuaian anatra suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan akui sebagai benar. Kedua, teori ini agaknya dapat dinamakan teori penyaksian (justifikasi) tentang kebenaran, karena menurut teori ini satu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian penyaksian (justifikasi, pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, dan diakui benarnya.
Dengan demikian menurut teori koherensi adalah suatu teori itu dianggap benar apabila tahan uji (testable) artinya suatu teori yang sudah dicetuskan oleh seseorang kemudian teori tersebut diuji oleh orang lain tentunya dengan mengkomparasikan dengan data-data baru, oleh karena itu apabila teori itu bertentangan dengan data-data yang baru secara otomatis teori pertama gugur atau batal “refutability” sebaliknya, kalau data itu cocok dengan teori lama, teori itu semakin kuat “corroboration” (Karl Popper dalam Bakhtiar, 2010 h. 118).
2 Teori Kebenaran Pragmatis
Pragma artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William james di Amerika Serikat, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat (Bakhtiar, 2010, h. 118-119). Istilah pragmatisme ini sendiri diangkat pada tahun 1856 oleh Charles Pierce (1839- 1914), Bakhtiar (2010, h. 119) mengatakan bahwa doktrin pragmatisme ini diangkat dalam sebuah makalah yang dimunculkan pada tahun 1878 dengan tema “How To Make Our Ideas Clear” yang kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat Amerika. Diantara tokohnya yang lain adalah John Dewey (1859- 1952).
Menurut teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional atau bermanfaat dalam kehidupan manusia. Bakhtiar (2010, h. 119) Menjelaskan bahwa teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila hal tersebut membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila hal tersebut berlaku dalam praktik, apabila hal tersebut mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaanya oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya jadi kebenaran ialah apasaja yang berlaku (works)
Dapat dipahami bahwa kebenaran dalam pandangan pragmatisme adalah sebatas kegunaan praktis dalam kehidupan. Apabila suatu proposisi memiliki kegunaan praktis maka akan dipandang sebagai suatu kebenaran. Sebaliknya, apabila proposisi tidak memiliki kegunaan praktis maka tidak dipandang sebagai suatu kebenaran, walaupun ada kemungkinan sesuatu yang tidak bersifat fungsional tersebut adalah kebenaran yang sesungguhnya.
Dari teori ini dapat diberikan sebuah contoh pandangan para penganut teori pragmatis tentang Tuhan. Bagi pragmatisme suatu agama itu bukan benar karena Tuhan yang disembah oleh penganut agama itu memang ada, tetapi agama itu dianggap benar karena pengaruhnya yang positif atas kehidupan manusia. Berkat kepercayaan orang akan Tuhan dan mengikutinya seseorang kepada ajaran agama maka kehidupan masyarakat berlaku secara tertib,, sejahtera dan jiwanya semakin tenang.
Kebenaran dalam pandangan pragmatisme seiring berjalannya waktu akan membawa kebenaran pada masa kadaluarsa (expired). Artinya ada masanya kebenaran yang sudah dianggap suatu kebenaran akan dibuang, karena tidak lagi bersifat fungsional atau bermanfaat.
3 Agama Sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama (Bakhtiar, 2010, h 121). Agama dengan karekteristiknya sendiri memberikan jawaban atau pencerahan atas segala persoalan mendasar yang dipertanyakan manusia baik tentang alam manusia maupun tentang Tuhan yang disembahnya. Kalau teori-teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio dan reason manusia, dalam agama untuk menilai sebuah kebenaran yang dikedepankan adalah wahyu yang ada di kitab sucinya dan yang diyakini bersumber dari Tuhan, Dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak (Bakhtiar, 2010, h. 22).
REFERENSIE
Bakhtiar, Amsal. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta:Rajawali Pers.
Wiramihardja, Sutardjo. (2007) Pengantar Filsafat. Bandung:Refika Aditama.
Suriasumantri, Jujun S. (2010). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. (2000). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: IISIP Jakarta.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. (2010). Filsafat Ilmu:Sebagai
Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar